KOMPAS.com — Terbentuknya Patahan ”Besar” Sumatera
bermula sejak jutaan tahun lampau saat Lempeng (Samudra)
Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatera yang
menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong ini
memicu munculnya dua komponen gaya.
Komponen pertama bersifat
tegak lurus, menyeret ujung Lempeng Hindia masuk ke bawah Lempeng
Sumatera. Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40 kilometer umumnya
mempunyai sifat regas dan di beberapa tempat terekat erat. Suatu saat,
tekanan yang terhimpun tak sanggup lagi ditahan sehingga menghasilkan
gempa bumi yang berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi.
Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi sampai suatu saat nanti
kembali terjadi gempa bumi besar. Gempa di zona inilah yang kerap memicu
terjadinya tsunami, sebagaimana terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004.
Adapun
komponen kedua berupa gaya horizontal yang sejajar arah palung dan
menyeret bagian barat pulau ini ke arah barat laut. Gaya inilah yang
menciptakan retakan memanjang sejajar batas lempeng, yang kemudian
dikenal sebagai Patahan Besar Sumatera. Geolog Katili dalam The Great
Sumatran Fault (1967) menyebutkan, retakan ini terbentuk pada periode
Miosen Tengah atau sekitar 13 juta tahun lalu.
Lempeng Bumi di
bagian barat Patahan Sumatera ini senantiasa bergerak ke arah barat laut
dengan kecepatan 10 milimeter per tahun sampai 30 mm per tahun relatif
terhadap bagian di timurnya. Sebagaimana di zona subduksi, bidang
Patahan Sumatera ini sampai kedalaman 10 kilometer-20 km terkunci erat
sehingga terjadi akumulasi tekanan.
Suatu saat, tekanan yang
terkumpul sudah demikian besar sehingga bidang kontak di zona patahan
tidak kuat lagi menahan dan kemudian pecah. Batuan di kanan-kirinya
melenting tiba-tiba dengan kuat sehingga terjadilah gempa bumi besar.
Setelah gempa, bidang patahan akan kembali merekat dan terkunci lagi dan
mengumpulkan tekanan elastik sampai suatu hari nanti terjadi gempa bumi
besar lagi.
Pusat gempa di Patahan Sumatera pada umumnya dangkal
dan dekat dengan permukiman. Dampak energi yang dilepas dirasakan
sangat keras dan biasanya sangat merusak. Apalagi gempa bumi di zona
patahan selalu disertai gerakan horizontal yang menyebabkan retaknya
tanah yang akan merobohkan bangunan di atasnya. Topografi di sepanjang
zona patahan yang dikepung Bukit Barisan juga bisa memicu tanah longsor.
Adapun lapisan tanah yang dilapisi abu vulkanik semakin memperkuat efek
guncangan gempa.
Beberapa tempat di Patahan Besar Sumatera
merupakan pula zona lemah yang ditembus magma dari dalam bumi. Getaran
gempa bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma.
Karena itu, pada saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupan
freatik) yang dapat diikuti munculnya gas beracun, sebagaimana terjadi
di Suoh, Lampung, pada 1933.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar